HIDAYAHmenurut Cak NunSelamat menyaksikan Dukung terus ya chanel ini jangan lupa SUBSCRIBE LIKE dan SHARE ya#statuswa#caknun
Ketua Umum PP Persis KH Aceng Zakaria. JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Islam Persis Aceng Zakaria merasakan duka cita mendalama atas meninggalnya KH Hasyim Muzadi. Ia mengenal almarhum sebagai sosok ulama berwibawa, santun, bersahabat, dan dihormati dalam dunia Islam. Menurut Aceng, semasa hidupnya, Hasyim Muzadi telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang wasathiyah dan bersahabat. "Semasa hidupnya beliau menunjukkan komitmen kuat dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang wasathiyah, ramah, dan bersahabat dengan berbagai kalangan," ungkapnya seperti dilaporka laman resmi Persis, Kamis 16/3. Tak hanya dalam dunia Islam, menurut Aceng, Hasyim Muzadi tokoh yang telah memberikan sumbangsih positif bagi negara. Yakni dengan berjuang menjaga keutuhan dan integrasi bangsa. Ia berdoa untuk Kiai Hasyim Muzadi agar Allah SWT menerima segala amal saleh yang telah diperbuat oleh almarhum. "Semoga pula Allah bangkitkan para pelanjut perjuangan dan cita-cita mulianya sepeninggalannya," ucap Aceng. Seperti diketahui Hasyim Muzadi wafat pada Kamis 16/3 pagi, sekitar pukul 0615 WIB. Sebelumnya almarhum sempat dirawat cukup intensif di Rumah Sakit Lavalette Malang.
yatimpiatu menurut cak nun RUQYAH PELET. January 23, 2016 AMALAN. Ilmu Pelet adalah sejenis sihir yang menggunakan khodam dari energi makhluk halus (jin). Khodam adalah energi bentukan sebuah ajian yang bisa berasal dari energi alami maupun energi jin. Orang yang terkena pengaruh pelet tiba-tiba akan menunjukkan gejala yang tidak wajar.
Karakteristik Agama Islam Waqi’iyyah Karakteristik Islam Waqi’iyyah Waqi’iyyah Artinya realisme. Islam diturunkan untuk berinteraksi dengan realitas-realitas obyektif yang nyata-nyata ada sebagaimana ia adanya. Selain itu ajaran-ajarannya didesign sedemikian rupa yang memungkinkannya diterapkan secara nyata dalam kehidupan manusia. pengertian karakter waqiyyah Ia bukan nilai-nilai ideal yang enak dibaca tapi tidak dapat diterapkan. Ia merupakan idealisme yang realistis, tapi juga realisme yang adalah realitas obyektif yang benar-benar wujud dan wujud-Nya diketahui melalui ciptaan-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui gerakan alam. Alam dan manusia juga realitas obyektif. “Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Yang memiliki sifat-sifat demikianlah ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling. Dia menyingsingkan pagi dan manjadikan malam untuk beristirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” QS 6 95-96 Tapi konsep Islam juga didesign sesuai dengan realitas obyektif manusia, kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal dan eksternalnya, potensi ril yang dimiliki manusia untuk menjalani hidup. Islam memandang manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya; dengan ruh, akal dan fisiknya; dengan harapan-harapan dan ketakutannya; dengan mimpi dan keterbatasannya. Lalu berdasarkan itu semua Islam menyusun konsep hidup ideal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata manusia dengan segenap potensi yang bukan idealisme yang tidak mempunyai akar dalam kenyataan. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya….”.QS 2 286.
AlKahf (18): 83-98 dalam kitab al-Fann al-Qasas fi al-Qur'an al-Karim. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. A. A'yuni, Ita Qurrota (2021) Pengaruh media video pembelajaran terhadap motivasi belajar anak usia dini di RA Hidayatul Muta'allimin Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan selama masa pandemi covid-19.
– Pada saat digelar akad atau resepsi pernikahan, sering kali kita mengatakan “semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah“. Emha Ainun Najib atau Cak Nun menyampaikan dalam kajiannya, di Alquran disebutkan bahwa kata “Sakinah” merupakan kata benda sedangkan dalam kata kerja berarti dari kata “Sakinah” sendiri tenang, misalnya laki-laki yang litaskunu ke istrinya dan Litaskunu illa atau Litaskunufihi Litaskunufiha. Perbedaannya, jika Allah SWT memberi siang dan malam maka Allah mengatakan, “supaya engkau taskunu fi lail masuk dengan tenang ke dalam istirahat malam”.Hal itu, dikatakan Cak Nun adalah sesuatu yang pasif. Kemudian, manusia juga diberi mawaddah di dalam diri kita. Litaskunufi, itu sesuatu yang pasif dan statis. Namun jika pernikahan, itu bukanlah litaskunufi tetapi litaskunu ila.“Jadi sakinah itu tujuannya, bukan keadaannya. Jadi begini, kalau Sakinah itu semoga, tapi kalau mawaddah warahmah itu sudah pasti sehingga tidak bisa digabungkan semoga sakinah mawaddah warahmah,” kata Cak Nun dalam mengucapkan doa untuk mempelai atau diri kita sendiri dalam pernikahan, hendaknya tidak meminta mawaddah warahmah. Kedua kata ini sudah Allah tanamkan dalam diri Warahmah Sudah Allah Beri dalam Diri ManusiaKata mawaddah warahmah sendiri merupakan alat manusia dalam mencapai sakinah sehingga hal itu tidak perlu diminta kembali. Allah SWT telah menurunkan mawaddah warahmah ke dalam diri manusia untuk mencapai Sakinah dalam pernikahan tangga ibarat hendak mengolah bahan makanan. Di sana ada mawaddah sebagai kompornya, rahmah sebagai wajannya dan isinya tergantung yang ingin mengolahnya, yaitu sakinah. Pun dalam pernikahan, suami-istri telah mengantongi mawaddah warahmah untuk mencapai sendiri merupakan magnet di dalam hati suami dan magnet di dalam hati istri. Dengan kata lain sebagai kecenderungan dan dorongan untuk terus menerus menyatu. Rahmah adalah kasih sayang di dalam hati yang ada di seluruh alam raya beserta isinya ini.“Sakinah itu tujuan yang belum pasti. Tidak setiap hari suami istri merasakan sakinah, ada bumbu-bumbu seperti ngambek, tidak menyapa. Maka, kamu menikah di dunia ini diniatkan nantinya resepsi di akhirat karena di dunia hanya sementara. Diniatkan ketika bersuami istri akan sampai ke surga-Nya,” ungkap Cak Nun.

Initidak langsung dimasukkan ke dalam rangkaian Sholawat Wahidiyah dalam lembaran-lembaran yang diedarkan kepada masyarakat. Tetapi para Pengamal Wahidiyah yang sudah agak lama dianjurkan untuk mengamalkannya terutama dalam mujahadah-mujahadah khusus. bunga jepun 4 harus di, cak nun tentang alam ghaib, cara banyak saldo di hoki 1000, Cara

Cak Nun menjadi tokoh wayang. Foto - Salam Sedulur... Heboh isu pengharaman wayang masih menjadi buah bibir warnaget. Emha Ainun Nadjib atau lebih dikenal Cak Nun dalam satu kajiannya pernah membahas soal kesyirikan wayang dan hukum babi halam atau haram. Cak Nun mengatakan wayang bukan merupakan barang syirik. Syaratnya selama wayang tidak menjadi penyebab seorang Muslim lalai dari Tuhan."Wayang itu menjadi syirik kalau jadi penyebab kamu menduakan Tuhan berdasarkan wayang. Wayang ya gak popo," kata Cak Nun. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Ia berkata, syirik terletak di otak dan hati seseorang. "Syirik itu letaknya di otakmu dan di hatimu. Kalau engkau menuhankan selain Allah, letaknya di dalam hati dan pikiranmu. Reco arca syirik, jare sopo kata siapa reco syirik. Itu syirik kalau kamu sembah sebagai Tuhan. Tapinya gak opo-opo," kata Cak Nun. Pelabelan barang halal-haram atau barang yang mengandung kesyirikan perlu konteks. "Jadi, tidak ada di luar dirimu syirik," kata Cak Nun, JUGA Apa Kira-Kira Jawaban Gus Dur Soal Isu Wayang Haram?Dalam ceramah yang sama, Cak Nun juga menyinggung soal hukum babi. Cak Nun menilai, babi tidak haram bagi seorang Muslim. "Tidak ada barang haram. Babi tidak haram," kata Cak Cak Nun menegaskan babi tidak haram selama tidak dimakan oleh seorang Muslim. "Haramnya babi bukan babinya. Tapi, kamu memakan babi. Halal kalau kamu biarkan, dia haram kalau kamu makan," kata Cak Nun, Nun berpendapat, fatwa terkait halal dan haram ada konteksnya dalam Islam yang perlu dipahami. "Ada konteksnya, ada peristiwanya. Tidak ada halal-haram tanpa konteks, tanpa ilah bahasa fiqihnya," kata Cak JUGA Klarifikasi dan Minta Maaf, Ustadz Khalid Tak Ada Kata-Kata Saya Haramkan WayangPersada Indonesia sedang disibukkan dengan isu pengharaman wayang. Ustadz Khalid Basalamah menjadi sasaran tembak karena dituding mengharamkan wayang, meski dalam video klarifikasi sekaligus permintaan maafnya, Ustadz Khalid menyatakan tidak pernah ada kata-katanya mengharamkan akun resmi Instagramnya, khalidsasalamahofficial, Senin 14/2/2022, Ustadz Khalid menegaskan dalam jawaban di potongan video yang viral tersebut, tidak ada kata-katanya yang mengharamkan wayang. Ia menyampaikan hanya mengajak agar menjadikan Islam sebagai JUGA Jawaban Ustadz Khalid Soal Dalang Taubat dan Wayang Dimusnahkan"Video ini teman-teman kami buat untuk klarifikasi sekaligus permohonan maaf atas potongan pertanyaan yang diajukan salah satu cuma beberapa tahun baru di Masjid Blok M di Jakarta, dan sekaligus jawaban kami tentang masalah wayang," kata Ustadz Khalid."Saya akan coba mengklarifikasi jawaban kami, saya coba bagi menjadi tiga bagian saudaraku seimam juga sebangsa dan setanah air. Yang pertama adalah lingkupnya adalah pengajian kami dan jawaban seorang dai Muslim kepada penyanya Muslim. Itu dulu batasannya.""Dan saya pada saat ditanyakan masalah wayang, saya mengatakan alangkah baiknya dan kami sarankan, kami sarankan agar menjadikan Islam sebagai tradisi jangan menjadikan tradisi sebagai Islam. Dan tidak ada kata-kata saya di situ mengharamkan," kata Ustad Khalid menegaskan."Saya mengajak agar menjadikan Islam sebagai tradisi, makna kata-kata ini juga kalau ada tradisi yang sejalan dengan Islam, tidak ada masalah dan kalau bentrok sama Islam ada baiknya ditinggalkan, ini sebuah saran." wayang wayangharam ustadzkhalidbasalamah khalidbasalamah ceramahwayangsyirik wayanggusdur caknun caknunwayangsyirik cakn
MenurutCak Nun, musik yang dibawakan Kyai Kanjeng adalah musik-musik Jawa jaman dahulu yang sekarang sudah punah. Cak Nun mengaransemen ulang lagu-lagu tersebut, menambahkan instrumen lain, baik yang moderen maupun tradisional, sehingga jadilah sebuah paduan yang apik. Contohnya salah satu lagu yang bernuansa Timur Tengah, Barat dan Madura
Konsep Negara dan Relevansi terhadap NKRI Perspektif Emha Ainun NadjibKajian berikut ini relatif baru dilakukan karena mengetengahkan konsep negara dan pemerintah berdasarkan pemikiran Cak Nun. Selain sebagai penelitian awal, apa yang ditulis oleh Muh. Ainun Najib Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Budy Sugandi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, dan Ismail Suardi Wekke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong penting dikemukakan karena belum banyak dilakukan tidak menurut temuan mereka pemikiran Cak Nun tersebut dinilai mampu memberikan wacana alternatif tentang pandangan negara, pemerintah, dan kekuasaan di peneliti menyodorkan dua hasil. Pertama, Cak Nun berpendapat pentingnya pembedaan antara lembaga negara dan lembaga pemerintahan, termasuk distingsi kepala negara dan kepala pemerintah supaya terwujud kejelasan sekaligus kestabilan pemimpin serta kepemimpinan hendaknya menguasai medan di lapangan secara utuh dengan kualitas keilmuan yang dimiliki. Itulah sebabnya, komprehensi harus menjadi prasyarat seorang pemimpin agar tidak sekadar sebatas perpanjangan partai, golongan, maupun itu diambilnya dari sejumlah penelusuran tekstual maupun verbal Cak Nun. Sejauh pengamatan peneliti, Cak Nun bukan hanya memiliki modal sosial sebagai basis pengaruh, melainkan juga konsep-konsep yang salah satunya membicarakan negara dan kekuasaan. Otoritasnya, dengan kata lain, adalah tokoh masyarakat sekaligus cendekiawan yang punya pengaruh besar di masyarakat di satu pihak dan seorang penulis produktif di pihak lain. Tulisan dan tuturan itu dipakainya sebagai medium komunikasi kepada masyarakat pengetahuan yang Cak Nun sampaikan sarat akan kritikan. Kritik tersebut adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Penyampaian kritik, baginya, merupakan perwujudan cinta Cak Nun terhadap negara. “…[i]ngin memberikan sumbangsih sebuah pemikiran politik mengenai sebuah konsep negara yang bagus menurutnya untuk dijalankan oleh Indonesia kedepannya” hlm. 280.Tanpa kritik kekuasaan cenderung dijalankan secara korup. Apalagi selama ini Cak Nun memandang akar kegaduhan berikut permasalahan negara mendasar belakangan tak terlepas dari “segi mengonsep negara”. Disadari atau tidak, bila masalah paling elementer saja belum selesai, problem sertaan yang mengiringi tidak akan permasalahan yang dihadapi itu meliputi ketidakjelasan kedudukan negara dan pemerintah. Distribusi kekuasaan pun berjalan sengkarut. Memang, sejauh dicatat peneliti, negara Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial tak ada pemisahan fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan. Belum lagi perbedaan itu disandingkan dengan posisi rakyat, betapa semakin lengkap dan kentara kegamangan berikutnya berhilir pada konsentrasi kepatuhan seseorang yang malah mengacu kepada atasan atau pemerintah, bukan Undang-Undang Negara yang sifatnya substansial. Benih-benih feodalisme, dengan demikian, masih menghunjam kuat di tubuh aparatus kekuasaan, sekalipun ruh demokrasi terus direproduksi di tiap mimbar. Masalah ini semakin kompleks ketika diperhadapkan dengan penyebutan pegawai negeri sipil karena sebetulnya mereka tak ubahnya pegawai sipil berikut turunan paling bawah seharusnya mengabdi kepada rakyat. Namun, praktik selama ini justru sebaliknya. Rakyat malah harus menghamba kepada birokrat, baik level kelurahan, kecamatan, kebupatian, kegubernuran, kementerian, maupun kepresidenan. Cak Nun berargumen bahwa mereka seharusnya patuh kepada konstitusi dan rakyat semestinya diposisikan tinggi. Betapapun tanpa rakyat mereka bukanlah yang dinilai sebagai bentuk pemerintahan paling baik pun tak luput menuai paradoks. Ia ideal di tatataran ide tapi belum tentu di ranah faktual. Apalagi pertimbangan jumlah rakyat yang di Indonesia terkesan kurang memadai bila hanya dijawab demokrasi sebagai solusi permasalahan. Demokrasi akan efektif dijalankan dalam konteks rakyat yang tidak bejibun sebagaimana di luar itu semua apa yang hendak dibicarakan Cak Nun adalah pentingnya, “beda antara keluarga dengan rumah tangga, antara kepala keluarga dengan kepala kepala rumah tangga, termasuk antara almari kas negara dengan laci kas rumah tangga, juga antara bendahara dengan kasir,” catat peneliti hlm. 282. Pembagian ranah kekuasaan ini sesungguhnya menggarisbawahi bagaimana negara dan pemerintah memiliki cakupan yang berlainan. Keduanya seharusnya memiliki tugas dan wewenang masing-masing. Tidak malah dijalankan sekaligus oleh presiden, baik sebagai kepala negara maupun Cak Nun tersebut tidak jauh dari masalah manajerial. Ia praktis mengidap disfungsi manakala logika keorganisasian saja tidak dipertimbangkan. Pertanyaan berikutnya, apakah pendiri bangsa tidak memprediksi masalah sistemis atas implikasi dari penyamaan negara dan pemerintah? Bukankah mereka berlatar belakang kaum terdidik Eropa? Pertanyaan ini mau tidak mau memerlukan kajian lebih lanjut karena sudah memasuki wilayah sejarah berdirinya sayangnya hanya mengulas sekilas pada subbagian Sejarah Sistem Pemerintahan Indonesia. Kurangnya porsi pembahasan seputar genealogi sistem kenegaraan Indonesia membuat kajian mereka masih terkesan sepintas lalu. Kendati demikian, tetap perlu ditengok untuk menunjukkan sejauh mana konteks historis turut membentuk sistem kenegaraan hari Republik ini berdiri sistem yang dianut Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Adanya Konferensi Meja Bundar KMB mengubah peta sistem dan politik negeri, sehingga atas “pengakuan” kerajaan Belanda atas kedaulatan Indonesia tanpa syarat berikutnya terlahir Republik Indonesia Serikat RIS. Berlaku sejak 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus RIS membuat sistem pemerintahan Indonesia menjadi parlementer. Walau praktik di lapangan tak sepenuhnya dijalankan dan karenanya waktu itu disebut sebagai “parlementer semu” hlm. 282. Tahun 1950 kemudian lahir Undang-Undang Dasar Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959. Berakhirnya UUDS ditandai oleh keluarnya Dekrit Presiden Soekarno. Bung Besar mengintroduksi demokrasi Soekarno baik tapi sebagian besar kalangan menilai bila “demokrasi terpimpin” diterapkan maka akan terjebak pada absolutisme—suatu pemusatan kekuasaan yang melampaui batas dan akan mengingkari cita-cita demokrasi. Wakil Presiden Hatta sampai mengundurkan diri. Soekarno jamak dikritik, khususnya oleh Bung Hatta dari luar Soekarno kelihatannya luhur sebab demokrasi terpimpin masih diperlukan karena sangat khas Indonesia. Sementara itu, menurutnya rakyat Indonesia masih berada di tengah situasi revolusi “pasca-fisik” sehingga gagasan Soekarno dianggap paling di balik propaganda Sang Putra Fajar terbentang permasalahan ekonomi dan politik yang amat serius harga bahan pokok membumbung, nilai rupiah anjlok, aparatus militer kurang solid. Daftar masalah masih bisa diperpanjang sampai masalah pembubaran partai, pembredelan media, dan lain sistem pemerintahan selalu diiringi oleh dinamika kekuasaan. Peneliti membatasi pada kerangka tonggak-tonggak yang terjadi selama kurun waktu lebih dari setengah abad berdirinya Republik Indonesia. Terlepas dinamika internal maupun eksternal, apa yang perlu dicatat di sini perihal konsep pemikiran Cak Nun tentang kenegaraan adalah kembalinya esensi baldatun thoyyibatun warobbun ghafur yang di Jawa senada dengan pengertian tata tentrem kerja raharja hlm. 285.Selain diperlukan distingsi negara dan pemerintah, Cak Nun menggarisbawahi bahwa negara harus menciptakan ketenteraman bagi masyarakatnya. “Urusan negara sebaiknya tidak hanya mengandalkan para politisi dan para aktivis pergerakan, sebab itu hanya masalah hukum, konstitusi dan kekuasaan. Dalam mengurus negara, harus mau melihat sejarah yang memerlukan seorang begawan, kaum brahmana, butuh panembahan dan butuh rohaniawan, dulu disebutnya sebagai DPA Dewan Pertimbangan Agung” hlm. 28.Pilar yang menjaga bangsa dan negara, menurut Cak Nun, harus konfiguratif dengan kedalaman, ketinggian, dan kekuataan seluruh elemen. Ia mewedar enam pokok. Pertama, rakyat sebagai bangunan pokok sebuah negara. Kedua, TNI sebagai pertahanan. Ketiga, intelektual yang meliputi pelajar, seniman, akademisi, maupun para ahli di bidang spesifik lainnya. Keempat, adat dan budaya. Kelima, kekuatan yang dijelaskan para peneliti dalam kajian ini cukup memadai. Paling tidak sudah mendeskripsikan lokus pemikiran Cak Nun seputar negara dan pemerintah, walaupun masih terkesan kurang rinci sebab melupakan satu hal. Salah satunya perkara pihak di luar negara dan pemerintah yang memiliki otoritas kekuasaan nonformal oligarki sebetulnya sering diwacanakan Cak Nun, baik di esai maupun di mimbar Maiyahan, meski beliau lebih memakai istilah “pemodal” sebagai faktor penentu jalannya kekuasaan dewasa ini. Andaikata penelti turut mengelaborasi bagiaman konsep Cak Nun terhadap persoalan oligarki, saya kira kajian yang dilakukan akan membicarakan negara, pemerintah, dan aparatus kekuasaan tidak mungkin tidak menyebut faktor ekonomi-politik di belakangnya? Oligarki ini menurut Robison dan Hadiz 2004 sudah menubuh ke dalam struktur politik di Indonesia. Membicarakan negara dan pemerintah, dengan demikian, semestinya jangan melupakan jeratan oligarkis di partai politik maupun parlemen.
Abstract Harun Nasution is known as a pioneer of academic Islamic stu dies in. Indonesia, including the study of Islamic mysticism. However, H.M. Rasjidi. criticized Harun Nasution. H.M. Rasijidi
- Sebuah video yang memperlihatkan ceramah Emha Ainun Nadjib atau akrab disapa Cak Nun menyebutkan, bahwa orang Jawa adalah makhluk spesial ciptaan Allah SWT. Video ceramah Cak Nun tersebut awalnya ditayangkan kanal Youtube First Name. Disitu, Cendikiawan muslim itu tidak hanya membahas hal itu saja. Namun, dia juga turut membandingkan orang Jawa lebih licik dibandingkan Yahudi di Israel. Video ceramah Cak Nun itu pun viral di media sosial. Dilansir dari -jaringan dalam tayangan video berjudul 'Sak Licik-licike Wong Israel Yahudi, Tetep Iseh Licik Wong Jowo', mulanya Cak Nun membahas soal hubungan Israel dengan masyarakat Jawa. Baca JugaTampilan Gaza di Google Maps Terlihat Buram, Terungkap Ini Alasannya Ia menyebut, sampai kapan pun Israel tak akan pernah berani mengusik masyarakat Jawa. Pasalnya, kata Cak Nun, selain usia yang lebih tua tanah Jawa juga memiliki masyarakat yang pandai hidup dalam penderitaan. Sehingga, jika ada negara termasuk Israel yang hendak mengusik dan menjajah mereka rasanya percuma. "Jadi orang Jawa itu ahli penderitaan, dan orang yang muncul kependekarannya dalam keadaan kritis. Itulah orang Jawa. Orang Jawa itu makhluk ciptaan Allah yang paling spesial," ujar Cak Nun. Maka dari itu, menurut Cak Nun, bangsa Yahudi di Israel takut dengan orang Jawa. Hal itu menurutnya terlihat dari sejumlah tempat di negara zionis tersebut yang memakai nama Jawa. "Makanya Israel takut banget sama orang Jawa, semua tempatnya dikasih nama Jawa. Ibu Kotanya Jaffa Tel Aviv. Semua kantor-kantor di Israel, pakai kata Jaffa semua, karena mereka tahu, saat mereka dikalahkan kekuatan-kekuatan baru, maka perlindungannya ke sini," tuturnya. Baca JugaSoal Ibu dan Bayi Meninggal Usai Persalinan, Begini Penjelasan RS di Sumut Selain itu, Cak Nun juga mengungkapkan bahwa bangsa Yahudi di Israel masih kalah licik dibandingkan masyarakat Jawa. XqDR.
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/351
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/302
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/316
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/195
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/162
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/463
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/465
  • oeh4cw0jpr.pages.dev/136
  • wahidiyah menurut cak nun